Kamis, 25 Juli 2013

Teori-Teori dalam Ajaran Kausalitas (sebab-akibat)


AJARAN SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS) MENURUT BEBERAPA TEORI

Suatu akibat tertentu terkadang ditimbulkan oleh serangkaian perbuatan yang saling terkait yang menjadi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya akibat. Yang menjadi permasalahan adalah kepada siapa akan dipertanggungjawabkannya suatu akibat tersebut. Dalam hal ini para ahli hukum berbeda pendapat. Berikut adalah teori-teori kausalitas menurut para sarjana hukum :

1). Teori conditio sine qua non
Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873 oleh Von Buri, ahli hukum dari Jerman. Beliau mengatakan bahwa tiap-tiap syarat yang menjadi penyebab suatu akibat yang tidak dapat dihilangkan (weggedacht) ) dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap “causa” (akibat). Tiap faktor tidak diberi nilai, jika dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta tidak ada hubungan kausal dengan akibat yang timbul. Tiap factor diberi nilai, jika tidak dapat dihilangkan (niet weggedacht) dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta memiliki hubungan kausal dengan timbulnya akibat.
Teori conditio sine qua non disebut juga teori equivalen (equivalent theorie),karena tiap factor yang tidak dapat dhilangkan diberi nilai sama dan sederajat, dengan demikian teori Von Buri ini menerima beberapa sebab (meervoudige causa) ).
Sebutan lain dari teori Von Buri ini adalah “bedingungs theorie” (teori syarat), disebut demikian karena dalam teori ini antara syarat (bedingung) dengan sebab (causa) tidak ada perbedaan.
Dalam perkembangan  teori Von Buri banyak menimbulkan kontra dari para ahli hukum, sebab teorinya dianggap kurang memperhatikan hal-hal yang sifatnya kebetulan terjadi ). Selain itu teori ini pun tidak digunakan dalam hukum pidana karena dianggap sangat memperluas dasar pertanggungjawaban (strafrechtelijke aansprakelijheid) .
Van Hamel adalah satu penganut teori Von Buri. Menurut Von Hamel teori conditio sine qua non adalah satu-satunya teori yang secara logis dapat dipertahankan. Teori conditio sine qua non “baik” untuk digunakan dalam hukum pidana, asal saja didampingi atau dilengkapi dengan teori tentang kesalahan (schuldleer) yang dapat mengkorigir dan meregulirnya ). Teori Van Hamel disebut “teori sebab akibat yang mutlak” (absolute causaliteitsleer) ). .) teori yang d ikemukakan  Van Hamel  yaitu Tindak pidana merupakan kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang (wet), yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Jadi perbuatan itu merupakan perbuatan yang bersifat dapat dihukum dan dilakukan dengan kesalahan.

2). Teori der meist wirksame bedingung 
Teori ini berasal dari Birkmeyer. Teori ini mencari syarat manakah yang dalam  keadaan tertentu yang paling banyak berperan  untuk terjadinya akibat (meist wirksame) diantara rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat. Jadi, teori ini mencari syarat yang paling berpengaruh diantara syarat-syarat lain yang diberi nilai.
Teori ini mengalami kesulitan untuk menjawab permasalahan yang muncul yakni, bagaiman cara menentukan syarat yang paling berpengaruh itu sendiri atau dengan kata lain bagaimana mengukur kekuatan suatu syarat untuk menentukan mana yang paling kuat, yang paling membantu pada timbulnya akibat) . Apalagi jika syarat-syarat itu tidak sejenis) .

3).Teori gleichewicht atau uebergewicht 
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Karl Binding, teori ini mengatakan bahwa musabab adalah syarat yang mengadakan ketentuan terhadap syarat positif untuk melebihi syarat-syarat negative) . Menurut Binding, semua syarat-syarat yang menimbulkan akibat adalah sebab, ini menunjukkan bahwa ada persamaan antara teori ini dengan teori conditio sine qua non.

4). Teori die art des werden 
Teori ini dikemukakan oleh Kohler, yang menyatakan bahwa sebab adalah syarat yang menurut sifatnya (art) menimbulkan akibat. Ajaran ini merupakan variasi dari ajaran Birkmeyer) . Syarat-syarat yang menimbulkan akibat tersebut jika memiliki nilai yang hampir sama akan sulit untuk menentukan syarat mana yang menimbulkan akibat.

5). Teori Letze Bedingung 
Dikemukakan oleh Ortman, menyatakan bahwa factor yang terakhir yang mematahkan keseimbanganlah yang merupakan factor, atau menggunakan istilah Sofyan Sastrawidjaja bahwa sebab adalah syarat penghabisan yang menghilangkan keseimbangan antara syarat positif dengan syarat negative, sehingga akhirnya syarat positiflah yang menentukan.

0 komentar:

Posting Komentar