Rabu, 01 Juli 2015

Trust

Bagaimana keterkaitan antara Trust Building dengan Partnership Building. Grand Strategi Polri 2005 - 2025 menetapkan sasaran pertamanya Trust Building. Ada kesan bahwa tahap pertama sudah lewat atau seolah-olah sudah selesai dan saat ini tahap kedua persiapan memasuki tahun terakhir dengan sasaran Partnership Building.

Ternyata walaupun tahap pertama dengan sasaran membangun kepercayaan masyarakat telah terlewati, namun kepercayaan masyarakat terhadap Polri terkesan masih rendah. Ada tiga hal yang bisa kita kelompokkan permasalahan yang menjadi kendala dan penyebabnya, yaitu :

1. Pelanggaran Hukum oleh Oknum Polri, karena
- adanya peluang terkait jabatan sebagai penyidik yang memiliki kewenangan yang independen dan tidak bisa ditembus oleh pengawasan melekat dari Pimpinannya/atasannya atau pun pengawasan internal Polri, karena ditakut-takuti sebagai intervensi terhadap penyidik
- masyarakat yang mengharapkan pelayanan lebih --> masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam berurusan dan berperkara dengan Polri, sehingga sering takut berhubungan dengan Polri
- opportunity cost rendah (terkesan imune hukum/dilindungi)yang disebabkan karena pengawasan internal lemah, pengawasan eksternal dicegah dan dipersulit sehingga lemah, dan keterbatasan akses informasi.

2. Pelayanan belum prima, karena
- asimetrik perspektif fungsi pelayanan --> karena komunikasi dengan masyarakat belum intens
- kurang responsif terhadap pengaduan/keluhan masyarakat
- pelaksanaan SOP yang tidak tegas
- tidak efisiennya waktu dan biaya

3. Pengungkapan kasus pidana yang terjadi belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena
- Kurang transparannya penyidik terhadap para korban dan pelapor juga para tersangka
- ada kecendungan berkutat kepada keadilan prosedur sesuai KUHAP, bukan mempedulikan keadilan yang substantif, sehingga penyidikan perkara hanya bertujuan untuk memperbanyak prestasi melalui banyaknya jumlah hasil penyidikan yang diselesaikan ketimbang menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, banyak kantor Polisi yang dibakar dan dirusak, banyaknya masyarakat yang berdemo, sehingga mengganggu kinerja Polri
- Penyidikan kasus dianggap sebagai lahan untuk mengais rezeki bagi penyidik, karena gaji penyidik yang masih relatih rendah.
Oleh karena itu, kita perlu memperbaiki dan membenahi kembali apa yang sudah dilaksanakan selama ini melalui Grand Strategy Polri, khususnya tahap kedua di tahun 2014 yang akan datang sambil menyelesaikan kinerja di tahun 2013 ini. Kita ketahui bersama bahwa Sasaran Reformasi Birokrasi Polri adalah :

1. Meningkatnya kanilitas dan akuntabilitas kinerja Polri
2. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan prima kepada masyarakat
3. Terwujudnya aparatur Polri yang bersih, dan bebas KKN.

Bagaimana pencaian RBP saat ini ??? Perubahan yang dilakukan harus TOPDOWN bukan BOTTOM UP. Jadi perlu keteladanan dari Pimpinan Polri ke bawah sampai ke tingkat Polsek. Oleh karena itu, sudah siapkah diri saya, selaku bagian dari Pimpinan Polri, menjadi teladan bagi anak buah saya ? Pertanyaan itu yang perlu saya pertanyakan kepada diri saya saat ini.

Kalau seandainya kita menelaah hasil Litbang Kompas tahun 2012 tentang Tren Citra Positif Polri di tahun 2012, bahwa :
1. Berurusan sengan Polisi makan waktu dan berbelit-belit disetujui oleh 73,1 % responden
2. Melibatkan Polisi akan menambah masalah disetujui oleh 49,9 % responden
3. Polisi enggan menindak pelaku kejahatan yang melibatkan orang penting (pejabat, orang berduit) disetujui 72,9% responden --> ini luar biasa, paling tinggi prosentasenya.
4. Berurusan dengan Polisi harus mengeluarkan uang disetujui oleh 61,8 % responden
5. Polisi gampang DISUAP disetujui oleh 60,8 % responden

Ada satu fase dalam Grand Strategy Polri yang telah terlewati, yaitu upaya mencapai PUBLIC TRUST, dan kini kita berada di fase upaya membangun kemitraan (PARTNERSHIP BUILDING).

Apakah fase pertama tsb telah tercapai? Apakah bisa kita lakukan langkah beriring untuk mencapai kedua fase itu bersamaan??

Faktanya ternyata Trust Bisa diraih dengan Melakukan Banyak Kerjasama

Kurangnya rasa percaya masyarakat terhadap polisi di Indonesia adalah salah satu masalah yang masih dihadapi Polri ketika ingin bekerjasama dengan masyarakat.

Sebaliknya, polisi juga seringkali tidak percaya kepada masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (contoh kemarin ada yg mengirimkan foto mobil menyerobot antrian dengan mengatakan "mungkin SIM nya menembak).

Masalah ini secara langsung akan memengaruhi kegiatan perpolisian masyarakat pada umumnya dan kerjasama polisi dan masyarakat di berbagai bidang pembinaan kamtibmas.

Banyak warga masyarkat yang terkooptasi dengan pameo: “Kalau kita lapor ke polisi kehilangan sapi, akhirnya kita akan kehilangan sapi dan kambing”? Kalimat itu menjadi semacam ”belief” (kepercayaan) bagi masyarakat bahwa polisi tidak akan melaksanakan tugasnya dengan kompeten.

Bagi mereka, berurusan dengan polisi malahan akan semakin merugikan. Disisi lain, sebagai anggota Polri, saya pernah mendengar anggota Polri yang berujar: “Warga masyarakat di kota ini mudah sekali terpancing emosinya dan melakukan tindakan melanggar hukum”? Dengan kata lain, polisi tidak percaya bahwa masyarakat akan bekerja sama dalam hal penegakan hukum atau memelihara ketertiban.

Lemahnya rasa percaya terhadap polisi sebagai institusi publik, dan sebaliknya, rendahnya rasa percaya polisi terhadap masyarakat, adalah masalah penting bagi kita yang harus diselesaikan dengan serius.

Apa yang dimaksud dengan pernyataan, “Saya mempercayai polisi”, “Saya tidak mempercayai polisi”, “Polisi memercayai masyarakat”, dan “Polisi tidak memercayai warga masyarakat”?

Makna Mempercayai

Dalam penggunaan sehari-hari, trust atau rasa percaya terkait dengan hal-hal berikut: Berkata benar antara satu kata dan perbuatan, Memelihara/ memegang janji, Berlaku adil/ fair, Berlaku solider.

Ketika kita mengatakan, kita memercayai seseorang dan bahwa seseorang itu dapat dipercaya, berarti secara implisit kita mengatakan bahwa kemungkinan ia melakukan aksi yang menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan kita cukup tinggi, sehingga kita bersedia bekerjasama dengannya.

Kalau masyarakat mempercayai anggota Polri, berarti mereka mengatakan bahwa kemungkinan anggota Polri itu melakukan perbuatan yang yang menguntungkan, atau, setidaknya, tidak merugikan masyarakat, cukup tinggi. Karenanya, mereka bersedia bekerjasama dengan anggota Polri tersebut.

Sebaliknya, jika kita mengatakan seseorang itu tidak dapat dipercaya, berarti kemungkinan seseorang itu akan melakukan perbuatan yang menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan, rendah sekali sehingga kita tidak bersedia bekerjasama dengannya.

Dengan demikian, kalau masyarakat mengatakan anggota Polri tidak dapat dipercaya, berarti mereka mengatakan bahwa kemungkinan besar anggota Polri tersebut akan melakukan tindakan yang akan merugikan mereka atau tidak menguntungkan mereka. Karenanya, mereka enggan bekerjasama dengan anggota Polri tersebut.

Rasa percaya atau trust relevan sekali dalam kondisi sosial tertentu. Khususnya, rasa percaya sangat relevan dalam kondisi ketika kita tidak tahu, atau merasa tidak pasti dengan, perbuatan dan perkataan dari orang lain dan hal itu terkait dengan keputusan yang akan kita ambil.

Dengan demikian, hal ini berhubungan dengan keterbatasan kapasitas kita untuk mendapatkan pengetahuan sempurna mengenai orang lain, motif mereka, dan respons mereka.

Trust dengan demikian merupakan respons terhadap ketidaktahuan dan ketidakpastian yang kita miliki. Selain itu, rasa percaya atau trust juga terkait dengan kemungkinan, bahkan kebebasan orang lain untuk mengecewakan kita dan harapan-harapan kita.

Supaya trust menjadi relevan, maka harus ada kemungkinan mengecewakan dan mengkhianati orang lain. Trust, dengan demikian, merupakan cara mengatasi kebebasan orang lain.

Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi.

Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi. Walaupun peran polisi sangat banyak, atau karena peran polisi sangat banyak, pengetahuan masyarakat mengenai polisi, motif polisi, dan tanggapan atau respons polisi, sangat terbatas.

Ada ketidaktahuan dan ketidakpastian di masyarakat luas mengenai kinerja polisi. Pada saat yang sama, dengan peran yang banyak tersebut, yang disertai dengan kewenangan yang dimiliki polisi berdasarkan konstitusi dan undang-undang kita, polisi memiliki peluang dan kesempatan untuk mengecewakan harapan-harapan masyarakat.

Hal di atas menunjukkan betapa relevannya rasa percaya dan trust dalam hubungan antara polisi dan masyarakat.

Kemungkinan polisi untuk menyalahgunakan wewenang, ditambah dengan ketidaktahuan dan ketidakpastian masyarakat terhadap polisi, menyebabkan rasa percaya atau trust tidak hanya menjadi relevan, tetapi sangat mudah terganggu.

Apabila polisi menyalahgunakan wewenang, korupsi, dan tindakan-tindakan lain yang mengkhianati kepercayaan masyarakat, maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri akan merosot.

Mungkin, yang menghianati kepercayaan masyarakat itu hanya sebagian kecil dari anggota polisi. Akan tetapi, dampaknya bisa mengenai polisi pada umumnya.

Apakah kepercayaan yang agak kurang baik ini dapat diperbaiki? Bagaimana kita (polisi) memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dan institusi tercinta ini?

Pada umumnya kita bisa mengatakan bahwa kepercayaan akan meningkat apabila kepercayaan itu didukung dengan langkah dan bukti nyata, dan akan merosot jika diabaikan, dikecewakan, dan dikhianati.

Artinya, polisi bisa mengembangkan norma dan kode etik yang mewajibkan anggota polisi supaya tidak mengkhianati warga masyarakat yang memercayainya.

Jika warga masyarakat bertemu dengan banyak polisi yang jujur dan hanya sesekali mendapatkan polisi yang tak jujur, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat. Selanjutnya, polisi akan memiliki reputasi atau nama baik, yang pada gilirannya akan menyebabkan anggota polisi merasa berkepentingan menjaga reputasi dan nama baik polisi di mata warganegara. Pada gilirannya pula, masyarakat akan semakin mempercayai polisi.


Trust; Saling Percaya dan Kerjasama Polisi-Masyarakat

Kerjasama masyarakat dengan polisi memerlukan rasa percaya timbal balik: Polisi yang mempercayai masyarakat dan masyarakat yang memercayai polisi.

Rumusannya sangat sederhana. Tetapi,;
- jika yang menandai hubungan kedua pihak adalah ketidakpercayaan, maka kerjasama akan gagal;

- jika kepercayaan hanya ada di salah satu pihak, maka kerja sama akan gagal (hanya polisi yang memercayai masyarakat tapi tidak sebaliknya, hanya masyarakat yang memercayai polisi tetapi tidak sebaliknya);

- dan jika kepercayaan itu bersifat “percaya buta”, maka hal itu bisa menjadi insentif untuk berkhianat dan melanggar kerjasama. Jika masyarakat percaya buta kepada polisi, maka polisi memiliki peluang besar melanggar kerjasama dan mengecewakan masyarakat. Saat ini, fenomena spt ini terjadi dimana masyarakat percaya buta kepada KPK atas apapun yang mereka lakukan.

Dengan kata lain, trust atau rasa saling percaya adalah prasyarat kerjasama polisi-masyarakat. Akan tetapi, itu baru sebagian dari proses yang lebih utuh. Masyarakat dan polisi dapat mencoba proses yang sebagian lagi, yaitu dengan mulai bekerjasama walaupun trust di antara mereka tipis atau tak ada.

Ini bukan hal yang mustahil terjadi. Riset Robert Axelrod menunjukkan bahwa kerjasama bisa berlangsung di kalangan pihak-pihak yang bermusuhan sekalipun.

Sebagai contoh, polisi dan masyarakat bekerjasama di bidang yang menjadi kepentingan kedua belah pihak, seperti menjaga keamanan lingkungan, memecahkan masalah kriminalitas, dan kegiatan atau program lain dalam kerangka perpolisian komunitas atau Community Policing.

Para pengguna jalan di jalan raya yang ramai dapat bekerjasama supaya tidak terjadi kecelakaan dan semua dapat sampai tujuan dengan selamat, walaupun rasa percaya di antara mereka rendah, ibarat mempercayai orang asing yang tak dikenal.

Kerjasama tersebut berawal dari adanya kepentingan, tetapi menimbulkan rasa percaya di pihak-pihak yang bekerjasama kerjasama dahulu, percaya kemudian. Dengan kata lain, kerjasama dapat memicu dan menumbuhkann rasa saling percaya. Jika berjalan dan berhasil, maka kerjasama itu akan mendatangkan trust.

Semakin sering dan lama kerjasama polisi-masyarakat berlangsung, semakin kuat rasa saling percaya yang timbul. Inilah logika utama di balik arti penting kerjasama polisi dan masyarakat dan rasa saling percaya yang mendasarinya atau yang timbul karenanya.

Selanjutnya, kerjasama dan kemitraan polisi dengan masyarakat dapat berjalan lebih baik lagi bila ditopang suasana saling percaya yang lebih luas. Suasana saling percaya yang lebih luas ini dapat disebut kepercayaan sosial.

Berdasarkan uraian Claus Offe, ada empat tipe kepercayaan sosial yang relevan dalam hal ini.

Pertama, kepercayaan warga atau kelompok warga masyarakat terhadap warga dan kelompok warga masyarakat lainnya.

Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan elit, baik yang di pemerintah daerah, di lembaga peradilan dan kejaksaan, di media, lembaga-lembaga keagamaan, militer, dan lain-lain.

Ketiga, kepercayaan di kalangan para pemimpin, tokoh, atau elit yang berasal dari berbagai bidang kehidupan seperti dunia usaha, buruh, agama, intelektual, polisi, politisi, dan militer. Ini dapat disebut sebagai trust atau rasa percaya elit yang lintas sektoral.

Akhirnya, keempat, adalah kepercayaan level pemimpin, tokoh, atau elit Kepolisian terhadap publik atau masyarakat luas.

Dengan demikian, berdasarkan thread ini, dengan kondisi tantangan yang kita hadapi dan sisa 12 tahun waktu Grand Strategy Polri dalam rangka mencapai Strive for Excellence, maka kita semua para pelaku organisasi harus mulai bisa mem-paralelkan upaya Public Trust dengan Partnership Building melalui beberapa langkah taktis sebagaimana yang telah digambarkan diatas.


Trust Bisa diraih dengan Melakukan Banyak Kerjasama


Saat ini, telah ada sebuah dokumen nasional yang bernama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJPN).

Dokumen tersebut adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 tahun dari tahun 2005 sampai tahun 2025 yang ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati. RPJPN untuk tahun 2005 – 2025 ditetapkan dan diatur dalam Undang- undang no 17 thn 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005 – 2025.

Dalam dokumen tsb disebutkan beberapa Misi pembangunan untuk Indonesia 2025, antara lain:

1. mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila

2. mewujudkan bangsa yang berdaya saing

3. mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum

4. menjadikan Indonesia aman, damai dan bersatu

5. mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan

6. mewujudkan Indonesia asri dan lestari

7. mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional

8. mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional


Beberapa pertanyaan penting untuk direnungkan, seperti;

- Dimana sekarang kita (Indonesia) berada..??

- Apa peran kita yang diharapkan oleh negara dalam mewujudkan misi-misi tersebut? Dan bagaimana kita bisa memberikan kontribusi terbaik bagi terwujudnya RPJPN tersebut..???

- ”Apakah kita pernah membayangkan Indonesia 12 tahun dari sekarang?”


Indonesia 12 tahun dari sekarang adalah Indonesia pada tahun 2025. Tahun dimana Grand Strategy Polri harusnya sudah tercapai. Tahun dimana generasi kelahiran 70an akan memegang tampuk pucuk pimpinan Polri, sedangkan generasi kelahiran 80an akan mengendalikan level manajemen tingkat menengah.

Pada saat itu, sebagian besar dari alumni Universitas, Akabri, Akpol generasi 90an mencapai usia sekitar 55 tahunan dan para yuniornya tentunya akan lebih muda dari itu.

Saya pernah membaca sebuah falsafah yang mengajarkan kita untuk tidak terlalu khawatir akan masa depan. Namun sejarah juga mengajarkan pada kita bahwa masa depan itu Insya Allah akan datang.

Masalahnya adalah, ketika masa itu datang apakah kita semua siap untuk menghadapinya?

Begini kira-kira prediksi Indonesia pada tahun 2005 sebagaimana diungkapkan oleh BPS. Proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2025 menurut BPS adalah sebagai berikut:

Proyeksi Jumlah Penduduk:

- Jumlah penduduk tahun 2000 adalah 205,8 juta jiwa bertambah menjadi 273,7 juta pada tahun 2025, menjadi 308 juta jiwa pada tahun 2050.

- Percepatan pertambahan penduduk 1,49 % pertahun menjadi 1,36% dan 0,98% pada tahun 2020-2025.

- Crude Birth Rate turun dari 21 per 1000 penduduk menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir tahun proyeksi.

- Crude Death Rate diperkirakan tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.

- 58,9% penduduk tinggal di pulau Jawa pada thn 2000 turun menjadi 55,4 % pada thn 2025 dimana luas pulau Jawa hanya 7% luas Indonesia.

- Penduduk Sumatera naik dari 21.0 % menjadi 23,1% dan Kalimantan dari 5,5% menjadi 6,5% pada tahun 2025.

- Masa harapan hidup naik dari 67,8 tahun menjadi 73,6 tahun pada periode 2020-2025 sedang angka harapan hidup terendah adalah 60,9 tahun untuk NTB dan tertinggi 73 tahun untuk DI Jogyakarta pada tahun 2000 menjadi 70,8 tahun dan 75,8 tahun untuk daerah yang sama pada akhir tahun proyeksi.


Proporsi usia penduduk akan tersusun sebagai berikut:

- Proporsi anak-anak usia 0-14 tahun turun dari 30,7% menjadi 22.8% pada tahun 2025.
- Proporsi usia kerja 25-64 tahun meningkat dari 64,6% menjadi 68,7%.
- Proporsi usia lanjut 65 tahun ke atan akan meningkat dari 4,7% menjadi 8,5.
- Beban ketergantungan (dependency ratio) turun dari 54,70 % menjadi45,57% pada thn 2025, berarti beban ekonomi usia produktif untuk menanggung penduduk usia tidak produktif semakin menurun.
- Persentase penduduk berusia diatas 65 tahun akan tersebar lebih banyak dilima propinsi yaitu: Jawa Tengah, DI Jogyakarta; Jawa Timur; dan Sulawesi Utara dengan jumlah rata-rata diatas 10 persen. Kelima provinsi ini dapat dikatagorikan sebagai propinsi penduduk tua (aging population).
- Persentase penduduk usia muda 0-14 tahun pada kurun waktu yang sama di lima propinsi tersebut menjadi terendah ditanah air dengan figur sebagai berikut : 
- Jateng 23%;
- DI Jogyakarta 16,5%;
- Jawa Timur 18,1%;
- Bali 19,6%
dan Sulawesi Utara 20,1 %.

Selain hal-hal sebagaimana disebut diatas juga perlu diperhatikan pola atau tingkat urbanisasi yang sangat tinggi untuk tujuan pulau Jawa dan Bali, bahkan 4 (empat) propinsi besar yaitu Jakarta , Jabar, Yogyakarta dan Banten diperkirakan akan memperoleh kenaikan angka urbanisasi rata-rata diatas 80% dari kondisi sekarang ini.

Gambaran tentang perkembangan penduduk atau proyeksi penduduk hingga tahun 2025 yang akan datang (bahkan hingga tahun 2050) menyiratkan banyak hal, yang harus diwaspadai dan perlu diantisipasi guna keberhasilan tugas Polri dimasa mendatang , antara lain menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1. Besarnya jumlah warga yang akan dilayani Polri serta komposisi usia yang akan menentukan jenis pelayanan yang diperlukan.

Ini adalah analisa yang harus dipedomani oleh para pengelola kepolisian dimanapun dalam penentuan penetrasi pasar terhadap pelayanan sangat dipengaruhi oleh kemampuan kita dalam melihat perkembangan pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan sumber daya yang akan dikelola.

2. Penyebaran penduduk sebagai akibat dari mobilitas penduduk yang perlu diperhatikan guna mendekatkan petugas dengan warga yang akan dilayani yang ditandai dengan munculnya pemukiman baru, pemekaran wilayah dan lain-lain akan berdampak kepada tingkat pendidikan dan lapangan pekerjaan warga yang akan menetukan pola fikir, pola tindak serta pola sikap warga didalam memenuhi kebutuhan hidup, berkomunikasi dan menyelesaikan masalah termasuk berbagai konflik perebutan lahan.

3. Kematangan berfikir dan bersikap sebagai hasil pemahaman dari nilai-nilai budaya serta ajaran agama yang dari tiap warga dapat menjadi potensi konflik yang harus bisa dikelola sejak dini agar tidak menjadi ancaman faktual dikemudian hari.

Uraian diatas hanyalah sebagai pengingat ulang, karena pada saatnya nanti akan mendorong perkembangan masyarakat yang kian tinggi dengan kecepatan yang berbeda disemua kawasan.

Hal tersebut ditandai dengan munculnya daerah industri baru, kota-kota besar yang berkembang menjadi metropolitan bahkan megapolitan dan kota-kecil berkembang maju. 

Pulau Jawa akan menjadi kota pulau, Sumatra dan Nusa Tenggara akan menampung jumlah penduduk yang bertambah. Daya dukung kawasan akan menjadi permasalah besar disamping masalah transportasi, pelayanan umum dan ketertiban masyarakat.

Sebagai konsekuensi dari pembangunan dan pertambahan penduduk yang demikian pesat maka kebutuhan untuk lahan bagi keperluaan pemukiman dan infra struktur pendukungnya juga turut meningkat .

Disisi lain kebutuhan akan bahan pangan juga turut meningkat yang memaksa penduduk membuka lahan pertanian baru, yang dalam banyak hal tidak sesuai dengan peruntukannya, dimana kawasan perkebunan, hutan lindung maupun lereng gunung turut dirambah.

Kegiatan masyarakat yang kurang terkontrol seperti pembangunan pemukiman dikawasan pebukitan rawan longsor atau bantaran sungai, perambahan tanah perbukitan atau lahan perkebunan, pembakaran hutan dan ladang berpindah-pindah, pembalakan liar, pencurian kayu jati atau penambangan liar dan penggunaan zat kimia yang tidak terkontrol termasuk mulai merajalelanya penambangan ilegal yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan secara masive diseluruh negri yang kita cintai ini.

Sebagian dari kegiatan tersebut berjalan dengan benar tetapi tidak kurang juga kegiatan yang dilaksanakan secara salah atau berlebihan bahkan tidak memikirkan sama sekali kelestarian lingkungan.

Kesemua langkah yang salah ini akan menimbulkan malapetaka dan kerugian bagi negara maupun masyarakat itu sendiri disebabkan kecerobohan dan keserakahan manusia yang akhirnya dapat menimbulkan penggundulan hutan, kerusakan lingkungan dan bencana alam berupa tanah longsor, kebanjiran dan penyakit yang melanda ternak maupun manusia, disamping masalah kelangkaan air pada masa yang akan datang yang pada akhirnya akan menjadi masalah bagi kita dan terutama masalah keamanan dalam negeri yang menjadi tugas Polisi dalam menanganinya diberbagai tingkatan.

0 komentar:

Posting Komentar