Selasa, 23 Juli 2013

BAPAS DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Lahirnya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) memberikan harapan yang sangat besar bagi Kementerian Hukum dan HAM (c.q. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan) untuk segera memperkuat eksistensi Balai Pemasyarakatan dalam proses peradilan. Hal ini tidak lain karena UU SPPA ini memberikan peran yang begitu besar bagi Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Bapas, melalui petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK), tidak hanya menjadi instansi yang diberikan tugas untuk melakukan penelitian kemasyarakatan berkaitan dengan anak yang terlibat dalam perkara pidana sebagaimana yang pernah diatur dalam UU PengadilanAnak. Tetapi, melalui UU SPPA ini, Bapas menjadi salah satu unsur penting dalam proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan atau melibatkan anak.

UU SPPA ini mengatur secara jelas dan tegas peran yang harus, bahkan pada beberapa peran mempunyai gradasi "wajib”, dijalankan oleh Bapas. Peran yang dijalankan Bapas tersebut bergerak sejak tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Namun demikian, semangat yang terkandung dalam UU SPPA ini adalah dengan mengedepankan upaya pemulihan secara berkeadilan (Restoratif Justice) dan menghindarkan anak dari proses peradilan (Diversi). Oleh karena itu, Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. 

Namun perlu juga dipahami bahwa tidak semua jenis tindak pidana dapat dilakukan Diversi. Diversi ini dilaksanakan dalam hal tindak pidana dilakukan: diancam dengan pidana penjara di bawah 7(tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Sedangkan jika perkara anak harus masuk dalam proses peradilan, maka Bapas (dalam hal ini Pembimbing Kemasyarakatan)atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan mempunyai kewajiban untuk memberikan pendampingan terhadap anak dalam setiap tingkat pemeriksaan (lihatPasal 23 ayat (1)).

Secara lebih rinci, merujuk pada UU SPPA, dapat dikemukakan peran Bapas dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, sebagai berikut :


1. Proses Diversi

Dalam proses Diversi, Bapas smempunyai peran strategis, yaitu:

1) petugas PK Bapas harus terlibat dalam proses diversi yang dilakukan pada setiap tingka tpemeriksaan. Keterlibatan petugas PK Bapas ini adalah dengan memberikan pertimbangan kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim selama proses diversi tersebut. Pertimbangan ini di muat dalam hasil penelititan kemasyarakatan (litmas) yang dilakukan oleh petugas PK Bapas. (lihat pasal 8 dan 9 UU SPPA)

2) memberikan rekomendasi tentang bentuk kesepakatan Diversi yang dilakukan oleh Penyidik untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat, harus didasarkan pada rekomendasi petugas PK Bapas. Bentuk kesepakatan Diversi dapat berupa :
pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
rehabilitasi medis dan psikososial;
penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. ( lihat pasal 10 UU SPPA)

3) setelah kesepakatan Diversi di setujui dan dilaksanakan, petugas PK Bapas wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan. Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab. Pejabat yang bertanggung jawab wajib menindak lanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 ( tujuh ) hari. ( lihat pasal 14 UU SPPA )

4) petugas PK Bapas juga terlibat dalam pengambilan keputuan dalam proses diversi dalam hal anak belum berumur 12 (duabelas) tahun. Keputusan yang diambil adalah dalam bentuk: menyerahkannya kembali kepada orangtua / Wali; atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.

Terhadap keputusan tersebut di atas, Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana di maksud pada ayat (3) Anak di nilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat di perpanjang paling lama 6 (enam) bulan. ( lihat pasal 21 UU SPPA )

Itulah peran yang di emban oleh Bapas sejak awal proses Diversi hingga pelaksanaan keputusan Diversi.


2. Tahap Penyidikan

Dalam tahap penyidikan, peran petugas PK Bapas adalah memberikan pertimbangan atau saran kepada penyidik setelah tindak pidana di laporkan atau diadukan. Dalam hal ini, permintaan pertimbangan atau saran kepada petugas PK Bapas merupakan kewajiban bagi penyidik. (lihatpasal 27 UU SPPA) Makna yang terkandung dalam pasal ini adalah apabila penyidik tidak meminta pertimbangan atau saran kepada PK Bapas terkait penanganan anak maka dapat di katakan proses penyidikan tersebut batal demi hukum ( tidak sah).

Selanjutnya, berdasarkan pasal 28 UU SPPA, Bapas mempunyai kewajiban untuk menyerahkan penelitian kemasyarakatan kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik di terima.

3. Tahap Pemeriksaan Pengadilan

Pada tahap pemeriksaan pengadilan, peran strategis Bapas adalah:

1) memberikan pendampingan terhadap anak dalam sidang pengadilan.(Pasal 55 UU SPPA)

2) membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan setelah surat dakwaan di bacakan.(Pasal 57 UU SPPA)

3) hadir pada saat pemeriksaan Anak Korban dan / atau Anak Saksi. (Pasal 58 ayat (2) UU SPPA)

4) Dan melakukan pendampingan terhadap Anak Korban dan / atau Anak Saksi yang dilakukan pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual.(Pasal 58 ayat (3) UU SPPA)

Laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang di sampaikan oleh PK Bapas wajib menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara anak. Dan apabila laporan penelitian kemasyarakatan ini tidak di pertimbangkan dalam putusan Hakim, maka putusan batal demi hukum. Pengadilan mempunyai kewajiban memberikan petikan putusan pada hari putusan di ucapkan, selain kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Penuntut Umum, juga memberikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan. Sedangkan salinan putusan wajib diberikan paling lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.

Mencermati peran Bapas yang begitu besar dalam penanganan dalam perkara anak sebagaimana yang diatur dalam UU SPPA, maka memperkuat Bapas merupakan satu hal yang wajib segera dilakukan. Sudah semestinya, Bapas dipenuhi dengan petugas PK yang mempunyai kompetensi yang memadai sehingga mampu menyajikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang layak bagi aparat hukum lain (Polisi, Jaksa, atau Hakim) dalam menentukan keputusan terhadap anak; mampu melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan. 

Pada tataran lebih jauh, kebutuhan tentang petugas PK yang memiliki kompetensi yang memadai ini juga mempunyai peran penting dalam ikut menentukan program perawatan Anak di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan pembinaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya dan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.

Jika demikian besarnya peran yang harus diemban oleh Bapas, masihkah kita ragu untuk memperkuat dan membesarkannya? Seharusnya TIDAK.

0 komentar:

Posting Komentar